“Buta aksara jangan dipolitisir. Walikota dan Bupati yang mengumumkan wilayahnya sudah bebas buta aksara mengakibatkan program keaksaraan ditolak di daerah tersebut. Padahal secara logika, tidak mungkin suatu wilayah bebas buta aksara.“
Buta Aksara Jangan Dipolitisir
“Buta aksara jangan dipolitisir!” begitu kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI), Hamid Muhammad dalam sambutan pembukan rapat koordinasi pelaksanaan kebijakan dan program Ditjen PAUDNI 2011 dan koordinasi/ sikronisasi pelaksanaan program PAUDNI di BPKB dan SKB di Bandung, Senin (11/4).
“Kasihan, mereka itu sudah papa, miskin, tidak bisa baca tulis tapi diumumkan bebas buta aksara” ujar Hamid.
Secara akal sehat, kata Hamid, pernyataan bebas buta aksara itu tidak bisa diterima. “Negara maju saja masih ada yang buta aksara, apalagi negara kita kok bisa mendeklarasikan bebas buta aksara,” ucap Hamid.
Akibat suatu wilayah dinyatakan bebas buta aksara oleh walikota atau bupati, maka program keaksaraan seringkali ditolak untuk dijalankan di wilayah tersebut. Untuk itu, Hamid meminta agar program ini bisa dijalankan, meskipun tidak memakai nama penuntasan buta aksara.
“Sebut saja program apa saja, asal program ini terus berjalan. Ingat IPM (Indeks Pembangunan Manusia) tidak akan naik apabila permasalahan buta aksara ini tidak dituntaskan,” tegas Hamid.
Buta Aksara Kembali
Untuk penuntasan buta aksara, hal yang perlu diwaspadai adalah buta aksara kembali. Inilah, ujar Hamid, yang sering luput dari perhatian dan kemudian sering dipersoalkan di forum-forum internasional.
“Setelah mereka dilatih, kemudian mendapat sertifikat Sukma (Surat Keterangan Melek Aksara), ternyata mereka sudah buta aksara kembali. Selembar kertas itu hanya sekedar mereka pegang saja,” kata dia.
Untuk itu program keaksaraan keberlanjutan perlu dijalankan, seperti Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Koran Ibu. “Saya senang ketika membaca Koran Ibu. Tulisannya khas sekali. Mungkin bagi kita hal itu adalah hal kecil, tapi bagi mereka dampaknya luar biasa. Mereka bangga bisa menceritakan dirinya di Koran Ibu dengan kalimat-kalimat yang sederhana,” ucap Hamid. (KS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar